Translate

Selasa, 31 Maret 2015

Aku Tersesat Disebuah Jalan Yang Bernama Kehidupan

Entah dari mana asalku, aku lupa, yang aku ingat hanya saat aku jatuh menimpa tumpukan tahi sapi di peternakan milik paman tua itu.

Aku terbangun sudah dalam kondisi yang telanjang, anjing, siapa yang melecuti pakaian surgaku dan tempat kotor apa ini, Dan semua ini apa?


aku bingung, namun setelah beberapa saat aku baru sadar kalau aku tersesat di sebuah jalan yang bernama kehidupan. Disini aku bertemu orang-orang baru, paman tejo, tante uci, dan aku bertemu dengan tugas-tugas sekolah yang tak pernah bisa menyulitkanku ini.

Aku ditugaskan untuk menjadi pelajar dari tuhan, tapi aku menolak untuk jadi pelajar. Jelas. Aku terlalu pintar jika disandingkan dengan makhluk-makhluk disini.

Sempat aku meminta pertolongan untuk menuntunku melewati jalan kehidupan ini, aku terlalu keren kalau hanya hidup di tempat sekotor ini, tempatku bukan disini. Tapi sayang, aku malah bertemu anjing-anjing yang diawalannya nampak setia namun berkhianat, mereka mengkhianati tuannya sendiri yang pernah buat mereka merasa dihargai.

Hey anjing. Kalian pikir, kalian bisa mendapatkan tuan lebih keren dari ini?

Aku mulai merasa bingung dengan kondisi ini, disini banyak sekali makhluk bermuka dua, makhluk bermuka tebal, makhluk rupawan namun hatinya buruk rupa, dan masih banyak lagi makhluk-makhluk aneh ditempat ini.

Aku pun mulai putus asa dan berdo'a. Ya tuhan, pulangkan aku disisimu. Surgamu tempat ternyaman bagiku, disini aku merasa asing.

Namun sayang, tuhan belum mengizinkan do'aku, tuhan masih pengen melihat aku tersesat di jalan kehidupan dan mencari jalan keluarnya sendiri.

Malam demi malam aku lewati sendiri, badan mengigil kedinginan namun tak ada yang memelukku, tubuhku mulai gemeteran kekurangan Karbohidrat. Aku butuh Karbohidrat, aku laparrrrrrr!!

Dengan keadaan yang lesu dan cuma tersisa kerennya doang, aku berjalan lagi, berharap ada seseorang yang memberiku makan dan kasih sayang.

Di persimpangan jalan aku bertemu sosok manusia yang menamakan dirinya ibu dan ayah. 

Dia ibu, wanita tua dengan kerutan di wajah yang mulai banyak, aku lihat dia wanita yang tulus, dia memberiku makan yang cukup dan kasih sayang yang berlebih tanpa mengharap imbalan apapun dariku. Oh tuhan inikah yang engkau maksud dengan ketulusan? Ternyata di bumi masih ada wanita yang tulus. Aku salah, sudah bersu'udzon.

Dan ayah, dia mengajari banyak hal tentang kehidupan, tentang bagaimana menjadi pria yang bertanggung jawab, pria yang menghargai dan menghormati kedudukan wanita, dan dia mengajariku tentang pentingnya mengasihi orang-orang tersayang. 

Banyak hal yang aku dapat dari mereka, sedikit demi sedikit aku tahu tentang kehidupan, aku mulai paham tentang rute-rute yang harus aku lewati. Perutku sudah kenyang, moralku sudah terisi, aku sekarang cuma perlu pendamping.

Namun sebelum aku mencari pendamping, aku putuskan untuk ngadem di pohon asem. Perlu pikiran yang jernih dan tenang saat mencari pendamping, agar saat itu insting dan kasih sayangku yang bekerja bukan nafsu dan birahiku yang bekerja.

Setelah dirasa cukup ngademnya, aku putuskan untuk tidur, karena dari tadi aku bercerita dan belum sempat untuk tidur. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar